Cerpen "belajar mengalah pada waktu"
Cerpen "Belajar Mengalah pada Waktu"
Oleh: Ayu Lestari
Semilir angin menerpa tubuh mungil yang sedang duduk di pinggir tebing belakang rumahnya. Setiap kesejukan dari angin tersebut ia rasakan dengan penuh suka cita. “Aisyah, Aisyah,” Ibu Aminah memanggil Aisyah, gadis kecil yang duduk di pinggir tebing tersebut. Aisyah langsung bangkit dan menghampiri ibunya. “Ada apa, Bu?” Tanya Aisyah pada ibu Aminah. “duduklah di sini, Nak. Akan ibu ceritakan perihal ayahmu dulunya.” Jawab ibu Aminah.
Ayah Aisyah memang telah meninggal sejak Aisyah berumur empat tahun. Ibunya selalu menceritakan tentang kebaikan ayahnya setiap hari minggu. Ayah Aisyah, Pak Bram adalah seorang karyawan di kantor swasta yang bergerak dibidang percetakan. Ketika itu Pak Bram sedang menyetir mobil pulang dari kantor menuju rumah dengan membawa boneka beruang untuk Aisyah kecil. Boneka beruang tersebut ia beli untuk memperingati hari ulang tahun Aisyah yang ke-4 tahun. Namun sayang, tuhan tidak merestui Pak Bram untuk bertemu Aisyah pada hari itu. Mobil Truk dari sebelah kanan tiba-tiba melaju dengan kencang dan menabrak mobil Pak Bram. Kecelakaan tidak dapat dielakkan lagi. Mobil Pak Bram hancur, boneka beruang yang ia bawa berada di pelukannya, dan Pak Bram meninggal di tempat kejadian.
“Dulu ayahmu pernah berharap agar kau bisa menjadi dokter, Nak.” Ucap ibu Aminah setelah selesai bercerita mengenai pekerjaan ayahnya ketika Aisyah masih dalam kandungan. “Ia berkeinginan agar kau dapat menjadi seseorang yang berguna bagi banyak orang.” Tambah Ibu Aminah.
Aisyah tidak dapat tidur pada malam hari setelah mendengarkan cerita ibunya. Ucapan ibunya mengenai keinginan dari almarhum ayahnya selalu terngiang-ngiang dalam benak Aisyah. Bagaimana tidak, selama ini Aisyah sangat menyayangi Ayah dan Ibunya. Walaupun Ayahnya telah lama meninggal ia tetap mendapatkan kasih sayang ayah dari Ibu Aminah yang tidak pernah lupa menceritakan perihal kasih Pak Bram kepada Aisyah. Oleh karena itu, ia sangat antusias untuk mewujudkan keinginan sang ayah. “Menjadi orang berguna dan mewujudkan keinginan ayah sepertinya tidak terlalu sulit asalkan aku menjalaninya dengan ikhlas.” Pikir Aisyah malam itu.
Hari demi hari Aisyah jalani dengan giat belajar, tulisan ‘HARUS MENJADI DOKTER’ tertempel besar di kamarnya. Semenjak cerita Ibu Aminah hari itu ia benar-benar bertekad untuk mewujudkan keinginan almarhum ayahnya.
Aisyah sering kali duduk dipinggir tebing sambil membawa buku. Ia termotivasi untuk terus membaca baginya buku apa saja dapat dibaca tidak ada satupun buku tidak ada gunanya.
Namun sayang, tepat pada pengumuman kelulusan SNMPTN yang ditunggu-tunggu Aisyah karena SNMPTN merupakan jalur undangan yang ia ikuti untuk bisa lulus di fakultas kedokteran Ibu Aminah menyusul Pak Bram ke syurga karena sakit yang ia derita. Aisyah sangat terpukul. Rasanya usaha yang ia lakukan untuk mewujudkan keinginan ayahnya sia-sia.
Aisyah benar-benar terpuruk pada hari itu. Bahkan, ia tidak sempat membuka pengumuman SNMPTN yang telah lama ia nantikan. Untungnya pihak sekolah berbaik hati dengan memberitahukan kepada Aisyah bahwa ia lulus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perasaan Aisyah tambah bercampuraduk. Disatu sisi ia senang karena dapat lulus di fakultas kedokteran dan dapat menemukan jalan untuk mewujudkan mimpi sang ayah namun disisi lain ia baru saja kehilangan ibu satu-satunya orang yang menjadi penguatnya selama ini.
Hari demi hari ia jalani dengan berat. Kini Aisyah tinggal sendirian. Kesempatan untuk berkuliah di fakultas kedokteran terpaksa ia tinggalkan. Keadaan ekonomilah yang tidak mendukung Aisyah untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Sedangkan sekarang Aisyah hidup hanya mengandalkan peninggalan ibunya yang tidak seberapa itu.
Ikhlas menerima kehilangan memang sangat sulit namun terus berusaha ikhlas akan memberikan ketenangan tersendiri bagi pelakunya. Sebulan sudah kematian ibu Aminah. Sebulan pula Aisyah mencoba untuk tegar dan menerima kenyataan bahwa ia harus kuat. Kelulusannya di fakultas kedokteran benar-benar telah ia lupakan. Aisyah tidak berkuliah. Ia kini hanya tinggal bersama bibinya yang mempunyai dua orang anak kecil berumur tiga dan lima tahun.
Kasih sayang orang lain memang tidak pernah dapat menyamai tulusnya kasih sayang orangtua. Aisyah memang sudah tinggal bersama bibinya, namun ia tidak mendapatkan kasih sayang yang dulu diberikan ibunya. Ia harus tahu diri ketika tinggal bersama orang lain tidaklah sama seperti tinggal bersama orangtua kandung sendiri. Aisyah harus pandai mengambil hati dan menjaga sikap kalau tidak ingin ditegur dengan kata-kata yang dapat mengiris hati. “Aisyah! Lantai belum dipel ya? Kenapa masih kotor? Jangan manja di sini!” Sedikit kata yang akan Aisyah terima jika ia malas bekerja di rumah.
Aturan-aturan ketat juga diterapkan kepadanya. Ia tidak boleh main keluar rumah terlalu sore, maksimal pukul 16.00 ia harus berada di rumah dan langsung bersih-bersih rumah mulai dari mencuci piring, mengurus anak bibinya sampai memasak. Walaupun terkadang Bibi Aisyah juga membantu tapi itu tidak terlalu sering. Tugas rumah memang sudah menjadi tugas wajib bagi Aisyah.
Dibalik kesulitan pasti akan ada kemudahan. Dibalik rintangan pasti akan ada akhirnya. Allah itu maha adil,maha mengetahui, maha bijaksana ia tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya jika hambanya tidak mampu. Aisyah selalu percaya akan kuasa Allah SWT. Setiap hari ia tidak pernah lupa berdoa dan bersyukur atas apa yang telah ia terima selama ini walaupun bagi sebagian orang kehilangan orangtua dan hidup dalam tekanan bukanlah hal yang mudah.
Aisyah memang wanita yang hebat. Ia benar-benar dapat mengalah pada waktu yang terus saja berjalan maju walaupun ia sangat ingin kembali ke belakang mengulang cerita bersama ayah dan ibunya. Waktu memang terlalu egois jika Aisyah tidak dapat bersyukur. Namun ia selalu berharap nanti waktu yang egois itulah yang akan membawa dirinya bertemu dengan ayah dan ibunya di syurga.
Demikianlah postingan tentang Cerita pendek "belajar mengalah pada waktu" ,
Tunggu postingan berikutnya yaa, pokoknya dijamin gak nyesal deh
0 Response to "Cerpen "belajar mengalah pada waktu""
Post a Comment